Sastra Lampung Post

Sabtu, 10 Juli 2010

Puisi-Puisi Ulfatin Ch.

JawaPost, Minggu, 20 Juni 2010


Belum Tuntas Kata

Belum tuntas kata

yang berkelok di tikungan itu

jejaknya masih lekat di lengkuk mataku

sebagaimana dulu kita mengurainya dari kelam

hingga malam

dari siang hingga petang

Dan matahari itu sudah meninggi

meninggalkan kita

menyisakan bayangan menghitam

di belakang

2009

---

Membaca Batu

Akhirnya, wajah kita yang tertunduk

membaca batu-batu di sepanjang jalan itu.

Dingin udara malam melangkahkan kaki kita

berputar seperti piringan di taman

tapi, tak juga sampai pada kata

pada nada yang terkemas. Hingga kudengar lagu

Mestinya Tuhan menciptakan kita bahagia, katamu

tapi, angin yang kesiur hanya menjawab rindu

2009

---

Laut dan Nelayan

Seberapa dalam lautan, nelayanku

ombak pun seperti diam

saat kausentuhkan jala ikan di atasnya.

Dan dengan kesabaran rindu

kau menunggu

berlayar bersama camar-camar timbul tenggelam di atas samudera

Seberapa dalam sudah kau selam lautan, nelayanku

hingga badai hingga gelombang

menahan kokang

rindu pada dendam

2009

---

Rindu Yang Kutanam

Tak ada lagi prasasti itu di sini

di antara subuh yang kauketuk

dan kehadiranmu di pintu

tak ada lagi surat bertuliskan alamat

tak ada

Rindu, biarkan kutanam dalam

jangan kautanya pada buta mataku

2009

---

Aku dan Ismet


Ini hari matahari meninggi

Jejak pejalan terseok ke belakang

di antara susunan malaikat

dan penghianat

Tapi, aku dan ismet terus bernyanyi

melahirkan puisi

menuntaskan sunyi

berdzikir malambertasbih bulan

aku dan ismet bernyanyi

hingga hari mengukir pagi

2009

---

Catatan Cinta Tiga Baris


1

Seberapa dalam cinta kautanam

hingga jera

merampas luka

2

Sungguh aku mencintaimu

hingga waktu memburu

api membakar jiwa

---

Catatan Beranda

1

Tak ada jejak di beranda

tak ada juga lukisan bunga ungu

di halaman depan buku itu

tinggal goresan yang bernama rindu

dan kelopak menunggu

hujan

2

Jika beranda yang kautanya

tolong jangan kauhapus dulu air mata

Sebab embun tak lagi sesejuk pagi

sebab subuh tak kauingat lagi

Jendela yang kutatap hanyalah kekosongan

dan tak ada kehadiran yang bisa diharapkan

Tolong jangan kauseka air mata

3

Selepas subuh

beranda pun sunyi

Sajadah merapat raka'at

saat tahiyat

dan salamku padamu

2010

---

Dan Bunga

1

Dan bunga telah mati

Dan hari pun suri

Dan mimpi tak ada lagi

Dan sunyi itu pun

abadi

2

Mungkin

aku yang merindukan

sebuah taman dengan bunga-bunga

di jambangan itu

matahari jingga di atas kepala

bagai payung nirwana

Mungkin

aku yang merindukan

Kesunyian perpustakaan

yang mengantar kita pada kata

dan lipatan-lipatan kertas

tak terbaca

pada cinta atau pun luka

2009

---

Sajak Gugur

Satu kelopak bunga di taman gugur

satu sahabat, satu teman, satu saudara

dan, entah siapa lagi

menggenapkan hitungan ini

hingga nol di tangkai mawar

Aku sendiri entah kapan sampai

di urutan terdepan mengambil komando

dan kubilang 'siap'

Sedang tangan kita masih meraba

dengan sangat hati-hati sekali

menyisihkan lembar demi lembar buram masa lalu

untuk kita bakar sebagai kenangan

2009

---

*) ULFATIN CH. lahir di Pati, Jawa Tengah menulis sejak SMA dan lebih serius ketika hijrah ke Jogja dan bergabung dengan Teater Eska IAIN Sunan Kalijaga (sekarang UIN) 1989, SAS, dan Mitra Lirika. Kumpulan puisi tunggalnya: Selembar Daun Jati, Konser Sunyi, Nyanyian Alamanda, dan Perempuan Sunyi.

Hari Kusam

Adakah yang mesti kusiapkan saat kau pulang

sedang FB tak bisa kaulepaskan

Hari-hari penat di kepala yang ada hanya umpat

Setelah Kemarin

Setelah kemarin dan hari ini

apalagi yang kaupertanyakan tentang cinta

Keangkuhan telah menutup mata hati

hingga ke sudut paling tepi

Dan tak ada lagi bulan yang sempurna

Apalagi gerhana melunaskan igauan

tentang cahaya malam, riuh anak-anak

dan kelakar para santri di bilik sepi

Tinggal kepak kelelawar dan gema burung hantu

mengamini hingga subuh

tak ada lagi

2009

Akhir Tahun

Hari semakin tua membidik usia

bulan semakin dalam menusuk kelam

Jika kini kupilih sendiri

tak berarti aku kehilangan api

Terompet dan kembang apilah yang membuatku

sunyi menepi di akhir tahun ini

Orang-orang beramai-ramai datang

dari pelosok desa

bergerombol berpusat di kota

menunggu tengah malam tiba

Jika kini kupilih sendiri

tak berarti aku kehilangan api

Anak-anak dan suami membawaku

bermimpi berdzikir pagi

Catatan akhir

Semakin dalam kita

terperosok dalam lingkaran

semakin dalam cinta

menikam kelam

Usai Pesta Tahun Baru

Sudah tuntas bunga api semalam

anak-anak, aku dan suami bersama

dalam satu tikar dimusim durian

Di jalan Kaliurang di tempat para pendatang

bermalam

kami bersendau membelah malam

Dingin ilalang membawakan angin

dari puncak merapi hinggap ke pangkuan

Tak ada api di sana

hanya kerlip lampu dan riuh pejalan

mengantar lelah

pulang

2010

Biodata

ULFATIN CH. lahir di Pati, Jawa Tengah

menulis sejak SMA dan lebih serius ketika hijrah ke Yogya dan bergabung dengan komunitas seniman Yogya tahun 1989

di teater Eska IAIN Sunan Kalijaga (Sekarang UIN) dan SAS, Mitra Lirika, dll.

Karya-karyanya dipublikasikan di media lokal dan Nasional. Dan lebih dari dua puluh antologi bersama, al: Kafilah Angin (Eska), Sembilu (DKY, 1991)Delapan Penyair Baca Puisi (DKJ), Cakrawala (Horison), Festifal International (TUK, 2001), Antologi Puisi Indonesia-Portugal (2008), dll

Antologi Puisi tunggalnya: Selembar Daun jati, Konser Sunyi, Nyanyian Alamanda, Perempuan sunyi.

Sekarang tinggal di jl. Kaliurang Km 7 Gg. Anggrek I no.5 Babadan Baru, Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta

Hp. 081578879255


Rasa
Anak-anak Masa Lalu

* Rasa
* Anak-anak Masa Lalu
* Jejak Ditam
* Malam Rajam
* Puisi-Puisi Abdul Wachid B.S.
* L a n d o
* Sajak-Sajak Mashuri
* Menari di Padang Prairi
* Suara Serak di Seberang Radio
* Puisi-Puisi Mustofa W. Hasyim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan ke 23

Suatu hari, dimana kami, mempertimbangkan kembali akar. Suatu hari – kondisi telah menentukan takdir kami secara alami; law of nature. Suatu hari sastra, yang dipertimbangkan secara estetispun. Sesungguhnya landasan “pengetahuan”. Kita bergerak “mengetahui”. Sastra adalah upaya membicarakan law of nature. Jangan terjebak dengan pemahaman ini!


17 Juni 2010


Laman