Sastra Lampung Post

Minggu, 07 Maret 2010

Nurel Javissyarqi

BALADA JALA SUTA
Bagikan
01 April 2009 jam 5:43
Nurel Javissyarqi*

(Ia bernama Jala Suta, kata legenda;
lahirnya dikala kedua orang tuanya mengarungi selat Sunda.
Gelombang saksi upacara suci, matahari puncak kedewasaan,
sedang warna perak rembulan, menemani renungannya.
Sementara bintang-gemintang ia petik bagi pelajaran).

(I) Awan hitam arang di atas selat Sunda;
air bergolak, gelombang memburu memecahkan udara,
dewa-dewi di angkasa saling khianat, negri kahyangan goncang;
bintang-gemintang satu-persatu berguguran menjelma bola api,
lautan mendidih, ikan-ikan pada mati.
Ini prahara pernah diramalkan; jantung langit pecah,
dada samudera tumpah, di musim tak jelas waktunya.

(II) Telah menjadi ketentuan,
kapal kecil terpontang-panting merasakan gejolak kiamat;
itu kapal satu-satunya, selamat dari bencana.

(III) Ibu Fatimah mengandung sembilan bulan kerinduan,
berlayar dengan suaminya, Ahmad;
cemas, ribuan petir mencengkeram kulit bergetar,
sayap-sayap malaikat maut siap menenggelamkan.

(IV) Sedikit demi sedikit,
tuan Ahmad membuang muatan kapal;
ibunda Fatimah meringis kesakitan, dan tak berapa lama,
hujan beserta cambuk kilat menghantam udara,
menikam gelombang memecahkan ombak.

(V) Ada yang melesat, cahaya putih kebiru-biruan
jatuh menimpa tubuh kapal; bersamaan itu Jala Suta terlahir,
sempurna dirinya dibarengi tarian nafas angkasa di sekitarnya.

(VI) Awan tadinya menutup selat Sunda,
cepat menyebar ke tepi-tepi cakrawala,
petir malu tangisan bayi,
ombak membabi-buta normal kembali;
hujan reda, air tak lagi mendidih,
bintang-gemintang membiak lagi, begitulah kisahnya.

(VII) Kapal telah melewati selat Sunda,
takdir selamat digariskan menuju tanah Dwipa.
Kala itu pulau Jawa tengah terjadi pergolakan kekuasaan,
saling sikut pengaruh, peraturan adat tak lagi dijalankan;
agama semacam dongeng kengerian,
di telinga anak-anak beranjak raksasa.
Sedang nasib alim-ulama hilang wibawa;
para pastur, biksu dan romo tak lagi berkhotbah.

(VIII) Cepat-lambat Jala Suta dewasa,
di negri sedang panas-panasnya;
sinar matahari bagai bara menempa lempeng baja,
kemarau menderu-melanda gunung ke lembah,
wabah penyakit menjelma malaikat maut kedua.
Orang-orang saling bunuh-menikam,
berebutan air untuk ladang-ladangnya;
aparat pemerintah tak sudi menggubrisnya,
kaum saudagar berubah lintah darat semua.

(IX) Kelaparan melanda raya,
sering terjadi perampokan di mana-mana;
para janda banyak hilang harta benda, malam tak jadi tentram,
penculik seperti hantu gentayangan, tiada tempat aman di sana;
para pemimpin berpesta-pora, para perampok menjarah,
para politisi menjilat, berlidah ular kepala srigala.

(X) Jala Suta menyaksikan kesemrawutan itu,
bersedih hati, bathin terdorong berhasrat merubahnya;
namun bagaimana anak Fatimah dapat melakukannya?
Sementara bapaknya telah meninggal dunia,
sang ibunda dijangkit penyakit lupa;
seluruh rambutnya beruban, gigi-giginya pada tanggal,
hanya memakan bubur mengunyah kinang,
berdzikir dikeseharian, mengharap Yang Kuasa,
agar Jala Suta kelak dijadikan anak budiman.

(XI) Doa-doa terbang berasap kemenyan,
ibunda Fatimah menyusul suaminya;
mata terpejam, mati dengan tenang.

Bathin Jala Suta hancur, lahar tumpah di dadanya;
ia kubur ibundanya berhujan airmata,
beserta mendung ia beranjak pulang,
dan ruh sang ibu telah naik tangga
serupa merpati putih penghuni surga.

(XII) Siang itu alas Roban bau amis,
darah tercecer kuda-kuda bergelimpangan;
para perampok yang dikepalai Surendros mengamuk,
harta saudagar Cina yang melewati hutan itu dirampas paksa,
anak gadisnya bernama Ci’a, dilarikan Surendros ke dalam gua.

(XIII) Namun siang terik itu berubah gelap pekat,
awan hitam arang berbondong menutupi alas Roban;
Suta datang diiringi cambuk kilat menyerang Surendros,
serasa memukul angin, keduanya saling tabrak kadigjayaan,
Ci’a menggigil ketakutan, berbaju sobek teriris derita perawan.

(XIV) Jala Suta dan Surendros lemas, terkuras seluruh tenaga,
karna Suta lebih muda, cepatlah pulih kekuatannya;
Surendros balik memburu membabibuta,
laksana banteng kupingnya tersumbat tanah,
sedang anak samudra gesit mengelak meloloskan diri,
bagaikan ikan sili atau belut putih.

Saat tangan Surendros menghantam pohon asam,
batang gosong, bebuah rontok, daun-daun melayang;
waktunya tepat tak disia-siakan Jala Suta,
menikam perut lawan dengan keris pemberian leluhurnya.

(XV) Surendros terkapar bersimbah darah,
Suta bergegas mendekai Ci’a, dan berkata lembut;
“anak manis, keparat itu telah binasa,
kau boleh pergi sekarang juga.”
“tapi orang tuaku bagaimana tuan?” ;sahut Ci’a,
“mari kita keluar” Jala Suta mengajak keluar Ci’a dari mulut gua.

(XVI) Menyaksikan Surendros membangkai,
para begundal bersiap-siap menyergap Jala Suta,
namun dengan senyum langit Suta berucap kata;
“lihatlah awan di angkasa sana, petir berkilatan,
semuanya kan pergi jikalau aku menghendaki.”

“menjauhlah saudaraku, tugasmu telah usai”
;Jala Suta memerintahkan awan-gemawan
menyebar ke sudut-sudut cakrawala.
Anak buah Surendros menyaksikan petir-awan pergi perlahan,
mereka ciut nyali; serentak memohon ampun kepada anak Selat.

(XVII) Jala Suta, sosok utusan di hadapan mereka.
“cepat!, lepaskan ikatan di tubuh saudagar itu”
;kata anak Fatimah.
Lalu Ci’a beranjak berlari memeluk orang tuanya.
(para pengawal saudagar itu banyak tersungkur,
lainnya terluka parah).

(XVIII) Barang dagangan dikemasi,
lantas pergi membawa kereta kuda yang masih bisa ditumpangi.
Ci’a dan orang tuanya berpamitan; ada senyum Suta dibawa Ci’a,
mereka terus melanjutkan perjalanan, keluar dari alas Roban.

(XIX) Kini Jala Suta kepala perampok
dari anak-anak buah Surendros;
bertolak dari riuh-gemuruh alas ke kota,
menggoncangkan orang-orang pemerintah,
yang menumpuk harta hasil korupsi, dan
merampas paksa kekayaan lintah darat,
yang memeras keringat rakyat jelata.

(XX) Anak buah Jala Suta makin banyak,
kilas bertemu gerombolan perampok lain,
beradu kekuatan dan selalu menang;
ia terkenal di kalangan Samin karena loman,
di mata pejabat serta yang dirugikan, ia sosok tak waras.

(XXI) Suatu malam di lereng gunung Merapi sebelah selatan,
Jala Suta memimpin rapat, pada intinya;
ingin memberontak pada pemerintah.

Paranggi, bekas pemimpin rampok,
menganggukkan kepala tanda setia,
disusul para bekas pemimpin dan anak-anak buahnya.
Malam itu juga strategi pemberontakan dirancang,
dewa-dewi bimbang, bulan sabit sebagai saksinya.

(XXII) Di waktu tepat ditentukan,
alam telah bersiap-siap menerima goncangan;
para kelelawar itu memporandakan kekuasaan,
dahan reranting pohon bergoyang menghempas,
buah-buah jambu berguguran diterkam kebisingan.
Dan para penguasa tak kalah hebat,
bak burung gagak menjaga wilayahnya,
bertarung habis-habisan di udara pekat.

Anak-anak buah Jala Suta banyak jadi bangkai,
semisal disambar angin taupan menggelombang,
terpukul mundur ke tepian pantai pelarian;
pun Suta, lari tunggang-langgang dari gelangang.

(XXIII) Hari sial baginya, anak dilahirkan selat Sunda;
kabur menunggang turangga membawa luka,
lengan kirinya tertusuk panah,
dan anak-anak buahnya semangat pecah,
berserakan bagai bebatuan kali tak bermakna.

(XXIV) Warna fajar menyapu timur raya,
tersungkur badan di tepian telaga;
kabut naik embun berguguran,
ia diangkat seorang putri ke punggung kuda,
dibawanya jasad sekarat itu ke sebuah rumah.

(XXV) Kebetulan,
ibunda sang putri penolong Jala Suta seorang tabib;
tujuh hari ia sekarat, hari ke delapan siuman,
luka-luka di tubuh berangsur sembuh.

(XXVI) Ucapan kali pertama Jala Suta dari ketaksadaran;
“di manakah aku ini? Siapa kau penolongku?”
Putri lemah-lembut itu berucap jawab;
“tuan dalam kediamanku, aku membawa tuan kemari,
tuan pingsan di tepian telaga di dekat sini.”
“Siapa namamu gadis cantik?” ;tanya lelaki selat Sunda,
“aku tiada memiliki nama selain Dewi.”

Jala Suta lanjut bicara;
“kau memang pantas menyandang sebutan itu,
bolehkah aku menambahnya menjadi Dewi Tunjung Biru?
Sepertinya kau layak itu, segeraian angin ombak rambutmu.”
(sang putri itu tersenyum, mengangguk tanda setuju).

(XXVII) Hari berikutnya sebagaimana adanya;
Ibunya Tunjung Biru menanyakan kesehatan Suta,
seluruh anggota tubuhnya dalam kondisi membaik,
digerakkan leluasa, jiwa pun bersemangat kembali,
berselang dari cerai-berainya anak-anak buahnya.

(XXVIII) Pagi nan elok kata pujangga,
serpihan kabut menjelma butiran embun,
lantas gugur beraturan;
kicauan burung menembangkan kenangan,
ketika wajah mentari molek berseri-serasi,
sayap kekupu terbang ringan menggoda hati,
di antara bunga-bunga di tepian telaga hari.

(XXIX) Jala Suta tertegun di atas gundukan batu,
gemerincing air mengaliri lembah pesawahan itu;
Dewi Tunjung Biru mencuci pakaian,
mata keindahan saling resap merasakan,
menikmati kelopakan kembang teratai;
kedua insan saling tatap memandang
merangkum senyum kebahagiaan,
hanya kecewa yang sanggup hentikan.

Lalu datanglah semboyan;
“akulah Jala Suta, memberontak
adalah siasatku menghormati nenek moyang.”

3 Oktober 2000 Yogyakarta, Kadipaten Kulon.

*) Pengelana dari desa Kendal-Kemlagi, Karanggeneng, Lamongan, JaTim.
Diperbarui sekitar 11 bulan yang lalu · Komentari · SukaTidak Suka · Laporkan Catatan
Yayan R. Triyansyah, Mardi Luhung dan 10 orang lainnya menyukai ini.
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
aku terus terang terganggu oleh bung Jauhari Ali yang sok intelek bergaya di mana-mana padaku, maka kutagkan puisi ini kepada kawan2, kutantang ia buat puisi sekuat ini saja, jika memang tak mampu, biar tak mengrusuhi aku dalam belajar, kalau ia mampu, aku mengakui kualitasnya, maaf dan suwon...
Kemarin jam 19:18
Imron Tohari
Imron Tohari
jujur aku perlu pelajari karya kuat ini sahabatku, tak mudah untuk memberi apresiasi secara serius pada sajak panjang ( bukan berarti sajak pendek mudah lho. Hehe ). Hanya pada sajak panjang, perlu energi khusus untuk menyetubuhi tiap lekuk tekstualnya yang panjang tadi.

aku menyimak dulu ya, sahabatku.

secara singkat saya kata, karya ini secara visualisasi imaji sangat-sangat hidup, apalagi di topang prolog legenda yang dijadikan tema dasar sajak ini. Bangunan alurnya juga kuat saling bertaut. Dan akan semakin hidup narasinya bila di theaterikalkan.... Lihat Selengkapnya

salam lifespirit!
9 jam yang lalu
Syaiful Alim
Syaiful Alim
membaca puisi Penyair Nurel ini seolah saya berhadapan dengan miniatur cerita Jala Suta.

style naratif dan dialognya diibangun dengan pola mengagetkan pembaca.

cak Nurel, nanti kubaca lagi. suwon.
9 jam yang lalu
Syaiful Alim
Syaiful Alim
satu lagi: MJA itu juga belum nuntasin diskusinya di noteku...menghilang begitu saja he he
9 jam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
suwon sahabat Imron, kujumput yang ini sebab pada puisi-pusi bung Ali ada yang bernuansa peperangan, dan kukira puisi awal2ku dan ini masih cair, daripada yg akhir2.

bung Imron, bung seperti sahabat2ku yang lain, yang pernah mengira itu dijumput dari legenda, padahal kuambil dari legenda hanya dari dua nama, yakni Suta dan Dewi Tunjung Biru, sementara nama Surendros adalah jelmaan dari penyair yang kukagumi, yakni WS Rendra, dan nama Paranggi, adalah penyair yang kucemburui, yakni Umbu Landu Paranggi, sementara keseluruah kisah ialah hasil kecemburuanku pada penyair yang kukagumi tersebut, begitulah yang terjadi sahabatku Imron...

untuk bung Ali jika mau membaca ini, atau carilah puisi2 di fbku yang paling lemah, yg pendek semisal haiku2 yg dulu2 pernah kutaruh di fb, nanti kita bandingkan dengan sikap sama-sama sehat, tak asal umpat, sebab aku tak ada waktu selain membaca dan menulis, dengan keduanya aku cukup nikmat...... Lihat Selengkapnya

pak Teguh, itukan di buku pertamaku, balada2 TTD, hehe... suwon...
8 jam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
bung Alim, dan balada jala suta-ku itu hasil kerinduanku pada seorang gadis berdarah Sumatera, yg kupendam selama 2 atau 3 tahun yang lampau, namun begitulah seperti kisahnya, aku pun bertemu dengannya, hehe... kata-kata adalah nujum, maka bernujumlah dengan indah, hehe.... suwon sanget bung Alim...
8 jam yang lalu
Kekal Hamdani
Kekal Hamdani
awalan: tidak semua orang tabah dan bersabar dalam usahanya terus menerus memetik legenda masa lampau pada alam pikirnya masa kini, tpi saya temukan di bung nurel...

ke2: akan saya baca lebih dalam lagi, suwon.
8 jam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
oya bung Alim, gara-gara puisi ini pernah kubacakan di Purna Budaya Yogya tahun 2001 (saat mengawali bedah buku itu), aku sempat tidak disukai sama mas Iman Budhi Santosa, sebab beliau sahabat dekat penyair Umbu Landu Paranggi, dan Raudal pun sempat sinis melihat padaku, atas sebutan nama2 dalam balada itu...
8 jam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
sama-sama bung Kekal, salam buat bidadariku yg lain, Si Theng yang semlohek, hehe... suwon...
8 jam yang lalu
Syaiful Alim
Syaiful Alim
terlepas dari sejarah puisi ini yang penuh dengan peluh dan gelombang, saya terhentak ketika berhadapan dengan ending puisi ini:

"Lalu datanglah semboyan;
“akulah Jala Suta, memberontak
adalah siasatku menghormati nenek moyang.”... Lihat Selengkapnya

saya kira laku Jala Suta ini harus diikuti jejaknya oleh manusia di bumi ini dalam berbagai aspek kehidupan; agama, budaya dan lain sebagainya.

dalam kajian pemikiran, sikap 'memberontak' jala suta ini bisa disebut dengan 'dekonstruksi-rekonstruksi'.
8 jam yang lalu
Cepi Sabre
Cepi Sabre
panjang ya, mas nurel. balada. kebetulan saya suka puisi seperti ini, seperti saya juga suka balada atmo karpo dan jante arkidam.

komentar pertama mas nurel juga menarik perhatian saya. selain jala suta, surendros, dan paranggi, saya tentu saja menunggu kehadiran "tokoh utama" yang lain. hehehe ...

salam, mas nurel.... Lihat Selengkapnya

tambahan: saya suka mencuri baca catatan mas nurel, tapi yang berbahasa inggris, aduh, bahasa inggris saya cekhak mas.
7 jam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
suwon bung Alim, & setelah beberapa tahun dari penulis balada itu, kutulis semacam konsep yang bertitel Ras Pemberonta, jika tertarik, monggo diklik http://www.sastra-indonesia.com/2008/08/ras-pemberontak-sastra-indonesia/ sekalilagi suwon atas kunjungannya, semoga proses kreatif kita sehat-sehat saja & dompetnya juga sehat, hehe...
7 jam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
bung Cepi, endak ah, nanti bikin rame kayak dulu saat pembacaan itu ada nama2, aku tak mau kualat, hehehe...
& yg berbahasa inggris, terus terang aku pun tak faham, itu kan terjemahan dari kemurahan hati kawanku yang menghargai kesungguhanku berproses, suwon kalau begitu, hehe...
7 jam yang lalu
Yazid Musyafa
Yazid Musyafa
he2.., mas nurel..
sebuah tulisan yg kuat dari segi kuantitasnya dan kualitasnya. dari awal saya membaca karya ini, saya tak diizinkan meleha nafas barang sebentar, terus diburu naluri untuk mengkhatamkannya, karena pemilihan kata2nya. dan yang aneh & membuat saya kagum adalah endingnya:

Lalu datanglah semboyan;
“akulah Jala Suta, memberontak... Lihat Selengkapnya
adalah siasatku menghormati nenek moyang.”

he2.., menutup dan mengunci kuatnya karakter karya ini...
maka saya katakan: suwon, bung nurel (mas nurel mode on). he2.. :)
salamku, mas....
5 jam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
Ya bung Yazid, semoga kita bisa saling belajar dengan indah, membaca dengan indah dan menulis pun dengan keindahan, kritik pun dari dasar hati bening. namun jikalau ada yang datang kurang sopan, tentunya kita tak tinggal diam, begitulah kata sunah, matur nuwon... bung Yazid ^_^ salamku :)
4 jam yang lalu
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Jauhari Ali
ini sebuah sikap yang tak dewasa duhai Nurel. dan ini sikapmu yang membuat orang berpikir kau berselera tinggi. jujur, selama ini aku bermain-main denganmu. tapi lucu, kautampakkan keseombinganmu dan mengataiku sok interlek.

kepada teman-teman: masalahnya sebenarnya sederhana saja. begini, suatu ketika saya hanya bilang kepada nurel javissyarqi seputar kajiannya yang mengambil karya dan biografi orang-orang asing. kok tidak mengulas karya-karya orang indonesia? dia tak terima. dan pembicaraan berlanjut. lalu sampai pada semantik, sintaksis, dan morfologi. nurel bilang ilmu yang saya pakai adalah ilmu luar dengan nada yang tidak mengenakkan. saya balas saja apa sih semantik itu menurut nurel dan apa sih argumennya tidak memakai ilmu luar?

nurel tak mau menjawab dan tak mau memberikan argumen. yang saya tahu sebenarnya dia tak tahu apa itu semantik, tapi tak mengakuinya. eh, dia malah menantang saya membuat buku. ya, itu lah nurel yang tak mau kalah dengan orang lain. saya maklum itu. dan saya tak mau melayaninya soal pembuatan buku itu karena itu hanyalah sebuah pelarian dirinya dari pertanyaan saya itu. eh dia ngatain saya bermental tempe. apa itu ga keterlaluan?... Lihat Selengkapnya

saya kian tertarik menggoda pria berambut gondrong ini karena sikap angkuhnya. dan saya santai saja. kali ini nantang saya buat puisi. saya pun tak mau. mengapa? karena itu hanyalah pelariannya saja dari pertanyaan saya.

masalahnya akan tuntas hanya dengan dia (nurel) menjawab pertanyaan saya itu. sebenarnya mudah kan?

untuk syaiful alim, saya rasa itu bukan diskusi. saya hanya berkomentar dan hanya dua itu. tak ada keterusannya. jadi saya tak lari, oke?

untuk saudaraku nurel yang merupakan teman akrab saya di fb, semoga tak membuat pertanyaan saya tersebut sebagai pemisah kita berdua. tak perlu mengelak dan tak perlu mencari bahan lain untuk memperpanjang masalah yang sebenarnya tak rumit.
3 jam yang lalu
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Jauhari Ali
duhai nurel, sudahlah. tak perlu kau perpanjang pelarianmu itu. aku akan berhenti menggodamu jika kau jawab pertanyaanku itu. tak perlu segitunya kale men. sampai-sampai membuat puisi segala. dan aku harap kau tak mengatakan aku sebagai orang yang takut beradu puisi karena aku tak mau mengikuti alur ceritamu. aku hanya minta jawabanmu dan argumenmu saja. kalau kau memang tak bisa jawab dan tak bisa berargumen, ya sudah. aku juga tak mau merusak hubungan persaudaraan kita.
3 jam yang lalu
Yazid Musyafa
Yazid Musyafa
@ mas nurel: he2.., insyaAllah.. kan sama2 penikmat keindahan & sama2 belajar. :)
masalah kurang sopan, terapkan saja kata Rosulullah dalam masalah syariah: apabila ada seorang badui yg kencing di masjid, biarkanlah saja, setelah badui itu pergi, baru bersihkan najisnya. :)
saya kira itu yg lebih bijak, mas. :) (sok tahu mode on). he2..,
kabur dulu, mas.. :)
salam...
3 jam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
bung Ali yang sebenarnya baik, terus terang dari kecil aku tak suka didekte, dan tak mau mendekte kecuali pada yang mendekte padaku (orang tuaku saja mendekte aku masuk ekonomi, aku dekte tak mau lulus). dan pertanyaan itu bagiku adalah dektean, ngapain juga jawab pertanyaan bung Ali, mending aku membaca buku atau menulis, sebab dengan kedua itu aku sudah nikmat. ini ku-link-kan dari dua sumber, catatanku, serta catatan bung Neon, kawan-kawan tentu dapat melihat bagaimana aku tak ada waktu menjawab dektean itu, yg bagiku ajang pamer bacaan saja:

http://www.facebook.com/notes/nurel-javissyarqi/tafsir-keabadian-lxxxiv-catatan-masih-pentil-richard-strauss/371224126468

http://www.facebook.com/note.php?note_id=344615086547... Lihat Selengkapnya

terus terang aku pelajari beberapa konsep dan aku tak mau masuk ke dalamnya, meminum racunnya, namun membuat konsep tersendiri sebelum melangkah ataupun menulis, salah satunya ini http://www.sastra-indonesia.com/2008/08/naturalis-elementer-sastra-indonesia/ sebagai singkatan dari namaku Nurel: naturalis elementer,
pun pada Ras Pemberontak di link di atas komentar sebelumnya, apakah aku tampak sombong? di situ tertera jelas, tak ada istilah meremehkan!

dan bagiku dari awal sampai kini, kesombongan itu semacam terbukanya tabir seperti orang dalam keadaan junub, yang mudah diserang pakai ilmu tenun &ll pun kelemahan2 lain atas kesombongan, jikalau aku sudah faham ini dan senantiasa mewaspadai, tentunya aku hawatir timbulnya kesombongan dalam diri. kecuali ada yg sombong terlebih dulu padaku, sebab dalam ajaran yang kuanut, orang sombong itu sunah disombongin, dan itu selalu kupegang, dan bung Ali boleh tanya pada kawan-kawan dekatku, pak Teguh &ll yang bung kenal, apakah aku pernah sombong, pada yang tak pernah sombong padaku?
2 jam yang lalu
Kurniawan Yunianto
Kurniawan Yunianto
aku sudah baca sebelum njenengan tag .. tulisan yang menarik .. memang butuh energi dan kesabaran yang lebih .. utk sebuah karya seperti ini .. paling tidak bahanbahannya sudah komplit .. sebelum dituliskan dengan pengendapan yang dalam ...dan aku sendiri sepertinya belum mampu menulis yang seperti ini .. terimakasih telah berbagi bung nurel
2 jam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
suwon bung Yazid & bung Kurniawan, semoga semua ini membawa manfaat, setidaknya kita bisa saling menghargai proses masing-masing, toh hidup cuman mampir ngombe, matur nuwon...
2 jam yang lalu
Yazid Musyafa
Yazid Musyafa
he2.., amin. :)
2 jam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
bung Yazid, hati-hati jangan sombong, laksana junub kan dalam keilmuan kita? maka mudah diserang :) suwon...
2 jam yang lalu
Yazid Musyafa
Yazid Musyafa
he2.., makanya saya kabur, mas nurel. :)
terima kasih kembali telah mengingatkan, mas. :)
salam...
2 jam yang lalu
Syaiful Alim
Syaiful Alim
mahmud jauhari ali,

"untuk syaiful alim, saya rasa itu bukan diskusi. saya hanya berkomentar dan hanya dua itu. tak ada keterusannya. jadi saya tak lari, oke? "

begini ya mahmud: orang itu harus bertanggung jawab terhadap pernyataannya. coba ingat lagi pernyataan anda di noteku itu. kalau cuma menuduh atau menganggap karya seseorang itu karya selangkang dan lalu tidak mau atau tak mampu membuktikan, wah itu namanya LARI DARI TANGGUNG JAWAB.... Lihat Selengkapnya
2 jam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
suwon bung Yazid ^_^ hehe...
2 jam yang lalu
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Jauhari Ali
nah kalau seperti itu 'kan beres. aku tahu sekarang karektermu yang sebenarnya. baiklah, saya maklumi prinsip hidupmu itu kerena prinsip hidup seseorang tak bisa dipaksa untuk berubah oleh orang lain. dan asumsimu soal pertanyaanku itu, aku tak mau membahasnya. mengapa? karena itu juga dilandasi prinsipmu juga. baiklah saudaraku, tak perlu lagi ada perseteruan dan tenangkan batinmu.
2 jam yang lalu
Yazid Musyafa
Yazid Musyafa
sama2, mas. soalnya kalau tak kabur jadinya takabur, kan? :)
kabur lagi....
2 jam yang lalu
Noval Jubbek
Noval Jubbek
saya tidak paham betul apa itu jiwa sajak. yang saya tau sajak yang kuat (menurut saya) adalah puisi yang mampu membius pembaca untuk mencecah, menikmati, menggauli lebih dalam puisi itu dan mampu menciptakan ribuan imaji baru bagi pembaca. Dari puisi mas nurel ini saya mendapatkan gairah bercinta saya pada kata. terimakasih mas nurel, saya belajar banyak dari anda.

suwon.. hehe NJ
2 jam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
hehe... "tenangkan hatimu" hehe... aku selalu tenang bung Ali, jikalau tak ada yang merecoki aku dalam berproses tulis-menulis, seperti menyuru orang menguaraikan hasil-hasil bacaan, kurasa dengan pantulan karya, tampaklah, kalau mau membacanya karya-karyanya...
2 jam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
hehe... sepertinya ada benarnya bung Yazid, hehe...
ah, bung Noval, sama-sama singkatan NJ biasa sajalah, siapa tahu nasib kita sama, suka dipandang sebelah mata sebelum membaca karya kita, hehe... suwon...
sekitar sejam yang lalu
Yazid Musyafa
Yazid Musyafa
he2.., :)
sekitar sejam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
jangan lupa mandi junub bung Yazid :)
sekitar sejam yang lalu
Yazid Musyafa
Yazid Musyafa
hahaha..,
insyaAllah, mas. :)
sekitar sejam yang lalu
Yayan R. Triyansyah
Yayan R. Triyansyah
mantab, mas...
aku membayangkan betapa besar energimu menuliskan sajak ini, karena untuk membacanya juga membutuhkan banyak energi..
saya suka, mas..
sekitar sejam yang lalu
Nurel Javissyarqi
Nurel Javissyarqi
bung Yazid, baca statusku yg baru, itu salah satu pedoman gayaku:) bukan kitab, cuman ujaran kok:),
& bung Yayan, suwon sanget sudah membacanya, salam sejahtera selalu bagi sampean...
sekitar sejam yang lalu
Oky Sanjaya
Oky Sanjaya
mantap. mantap. mantap pol! Percakapannya munculkan. ini baru ketahuan khasnya bang Nurel.
5 menit yang lalu

Catatan ke 23

Suatu hari, dimana kami, mempertimbangkan kembali akar. Suatu hari – kondisi telah menentukan takdir kami secara alami; law of nature. Suatu hari sastra, yang dipertimbangkan secara estetispun. Sesungguhnya landasan “pengetahuan”. Kita bergerak “mengetahui”. Sastra adalah upaya membicarakan law of nature. Jangan terjebak dengan pemahaman ini!


17 Juni 2010


Laman