Sajak Sajak
Kompas,Minggu, 18 Oktober 2009 | 03:02 WIB
Istri Penyair
setiap pagi ia seduhkan hangat sebagai kopi dan matahari. di bawah jendela kembang-
kembang ditanam mulai daun. dan ketika ia ceritakan retak mimpi semalam, penyair
hanya menyapa dengan selembar sajak tua; mengalirlah sebatas impian, meski yang
kita rindu adalah ruang kelengkapan
di meja makan siang beringsut perlahan. panas di ubun tegak tali. lelah yang terasa
ranggas dan gerah yang kekeringan. ia siapkan sebuah perjamuan juga sedikit nyanyian
di bawah jendela kembang-kembang ditanam mulai tunas. terasa wangi mulai ada
tapi penyair hanya berkata; apa pun kenyataan, bertahanlah pada satu keabadian
malam menjadi ujung. selimut dingin terjela di ranjang. ia kisahkan bagaimana rama mencuri sesuatu dari sinta. kemudian ia buka kain pintu sebelum hasrat jadi beku
di bawah jendela kembang-kembang ditanam mulai putik. kumbang dan rerama ada di antaranya. penyair hanya gumam saja; kita kan ada sepanjang pandang terlihat sua
sebelum jatuh larut. ia rasa waktu akan beranjak lamban
“aku tertimbun kata-kata…”
Payakumbuh 2009
Kekasih
seperti kelelawar patah sayap. paruh dan cakar digantung bulan. kemudian kau datang
membawa sarang. berumahlah di tebing ini. di hatiku gerimis dan hujan bersusulan
gulung halimun. langit jadi seputih kapas. tidakkah kaurindu musim bersebadan segera datang? dan begitu saja aku telah memujamu. duhai!
bagai anak kijang berkaki pincang. sepi tersemai di tengah padang. lalu kaugamit
angin ragu arah. singgahlah di rindang ini. kemarau di luar akan panjang. limbubu
berkesiur datang membakar pohon-pohon. hanya lumut lembah di setiap jalan. kau akan
tersesat sebelum hari jatuh petang. dalam gamang, tiba-tiba, aku mencintaimu. o!
semisal rerama dan bebunga. duri-duri merindu darah. setelahnya kaubuka diri untuk
ngilu. hinggaplah di ranting ini. cuaca di tubuhmu rapuh. bunga-bunga kuncup juga
bunga-bunga kembang meliuk meminta warnamu. kau akan kehilangan cinta di setiap
senja. begitulah aku serahkan birahi ke hasratmu. wahai!
semisal aku dan engkau. dua petualang dan juga mungkin dua jurang. kita bertemu
ketika waktu lelah dalam jumlah. malam digelapkan kunang-kunang riang. gigil jua
yang bersandar. kauceritakan tentang sepasang kekasih kesepian di ujung renung
dan tanganku kaugenggam. demikianlah, aku pun berkasih kepadamu. duh!
Payakumbuh 2009
Pergi
kita hanya gerombolan burung-burung gundah, katamu seraya berkemas. kaubawa
segala yang pernah kauberi. di hatiku kemarau tiba-tiba. sebab hujan bermusim
kita tampung kautuang ke dalam malam. bila di selenting ranting pernah bersama
adalah canggah-canggah terasa sepi, dan kau pun berjalan. aku tak bertanya ke mana
tujuan. juga tak berkata tentang luka ditinggalkan
kurasa kini ada palung yang kosong. ada lorong-lorong kosong. bila saja masih aku
bernyanyi dendang lengang, adalah pucuk kehilangan tiada lerai. gerombol burung-
burung bercinta. berpasang kicau-kicau lampau. aku hanya sekejap-kejap singgah
saat tua daun-daun ruruh. aku akan berangkat mencari musim, seolah terngiang
juga kata-katamu sebelum aku dilipat waktu
kini kau telah pergi. tersebab itukah aku menanti?
Payakumbuh 2009
Iyut Fitra lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat. Kumpulan puisinya yang sudah terbit adalah Musim Retak (2006) dan Dongeng-dongeng Tua (2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar