Sajak Sajak
Minggu, 18 Oktober 2009 | 03:02 WIB
Seperti Sebuah Gurau
Seperti sebuah gurau, kau pernah berjanji akan menyayangiku
Dengan sungguh-sungguh. Lalu aku teringat kampung yang jauh
Bukit-bukit gersang di pesisir selatan, lereng-lereng tanpa pepohonan
Serta tenda-tenda pengungsian. Seperti sebuah gurau, kau selalu
Bercerita tentang teman-temanmu yang hilang, tentang becak-becak
Yang ditenggelamkan, juga tentang perubahan yang tak kunjung datang
Kadang kau berang karena melihat masih banyak rumah peribadatan
Yang dibakar, masih banyak fatwa yang dipaksakan, masih banyak
Pembalakan liar, masih banyak aparat yang kurang ajar, sedang teror
Masih terus dimainkan. Kau berang karena keadaan ternyata sama saja
Hukum belum juga ditegakkan, pendidikan semakin mirip perusahaan
Berbeda keyakinan selalu dijadikan masalah besar, sementara korupsi
Dimaklumi sebagai kegiatan sehari-hari. Kadang kau tertawa kecil
Sambil menyelipkan kata-kata cinta, mengulang-ulang ungkapan rindu
Yang tak pernah berubah sejak dulu. Tapi entah kenapa aku sering ragu
Menanyakan di mana tempat tinggalmu, berapa anakmu dan bagaimana
Kesehatanmu? Nampaknya kau pun tak mau tahu apakah orang sepertiku
Masih suka turun ke jalan raya, masih rajin memprotes para penguasa
Atau malah sibuk jatuh cinta? Diam-diam aku berjanji akan mengingat
Semua ucapanmu yang lucu-lucu. Sebagai gurau yang indah
Maut Terus Mengikutiku
buat Sinta Ridwan
Ketika turun dari kereta api, maut seperti mengikutiku
Dari belakang. Ketika memasuki hotel dan memesan kamar
Maut terus saja mengikutiku. Ketika sempoyongan di ruang karaoke
Dan muntah-muntah di halaman kafe, maut terus saja menyertaiku
Ketika meninggalkan Jakarta dan memasuki hutan-hutan di Sumatera
Maut tidak pernah ketinggalan menguntitku. Ketika terbang ke Sulawesi
Berlayar ke Kalimantan dan menyusuri sungai-sungainya yang lebar
Maut menjadi bayang-bayang di sekelilingku. Ketika tenggelam
Diterjang gelombang pasang, mautlah yang mengangkat tubuhku
Ke tepian. Ketika angin puting beliung menyapu kampung-kampung
Maut begitu setia menemani ke manapun aku mengungsi
Ketika gempa dahsyat menggoyang Jawa, maut dengan sigap
Menggamit tanganku. Jika maut terus mengikutiku, terus menguntitku
Lalu siapakah yang sebenarnya kutuju? Aku harus segera berbalik
Dan mengikuti ke manapun maut pergi. Aku harus segera memburu
Ke manapun maut akan berlalu
Kepada Seorang Penyanyi Dangdut
Di tengah melambungnya harga-harga
Suaramu semakin merdu saja
Di tengah membengkaknya hutang negara
Wajahmu semakin cantik saja
Di tengah ruwetnya masalah sosial, politik dan agama
Tubuhmu semakin sintal saja
Di tengah merebaknya teror dan berbagai bencana
Goyanganmu semakin heboh saja
Di tengah langkanya pemimpin yang bisa dipercaya
Kehadiranmu semakin berarti saja
Di tengah terpuruknya kehormatan bangsa
Hargamu semakin melambung saja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar