Sastra Lampung Post

Sabtu, 19 Juni 2010

Puisi A Muttaqin

Penangkapan

Di ranting garing, gelap merambat bagai sayap codot Mendekap buah. Buah-buah membuka mata. Segerumbul Anggur terpekur dari tidur. Segantang kunang terlepas, bagai Bulir emas. Seekor jengkrik mengiris sepi. Sepi merenggang, Dan apel-apel pun berlubang. Daun delima berbisik pada Angin. Angin memainkan lagu lembutnya. Tomat, pepaya, Dan pisang yang mulai matang jadi tak tenang. Sebutir apel Mengintip bulan, betapa merah dan menggoda ia--o, sisa Sorga yang tetap terjaga. Sebiji bintang yang bergelantung Tegang di sana, lalu lepas ke bawah. Sementara, Aku yang Menyaksikan itu semua, berdoa, seperti berharap Keberuntungan menetas dari seberkas senja.

2009

Panduan

Dengan kesabaran, kita putar kaki pelan-pelan. Dua kaki Berkitaran, seperti laku matahari dan bulan. Kita bersepeda, Mengikuti rima jalan. Biar jalan bergeronjal dan berbenjol, Tak apa. Mari kayuh dengan tabah. Dengan kekhusukan yang Nyata. Tak boleh curang kaki sebelah. Karena akan melukai Kaki sebelahnya. Juga mengingkari kaki kita semua. Tak Perlu tergesa. Karena akan berat sendiri. Jadi dibutuhkan kaki Yang kompak, seperti pribahasa tentang ringan dan berat. Sabar adalah kunci. Nikmati saja pemandangan sekitar: buah-Buah mangga yang sedang bertapa, kebun kelapa yang Menanti air sorga, atau sedap kamboja yang setiap malam Sampai ke ranjang kita. Kayuh terus. Dan santai saja. Itu jurus Membunuh bosan. Juga demi perut yang gampang gendut. Tak perlu gupuh ke jalan pulang. Semua jalan adalah pilihan. Tugas kita hanyalah jangan sampai sepeda tabrakan.

2010

Perlawanan

Kupakai jaket panjang, bertabur kunang-kunang. Kupadu Kaos kutang bergambar codot terbang. Celanaku cingkrang Bermotif ganja jarang. Kukalungkan ranting mawar di leherku Jenjang. Kulubangi hidung dan bibir, agar umang-umang Sesekali bisa mampir. Kutampung tawon dan laron yang tak Punya pohon, di dadaku yang monoton. Kupasang walang Garing dan kepinding di dua kuping. Darah meninggi. Hati Dan paru mekar. Dan nafas pun terdengar kembar, seperti Babi lapar yang diseret sepanjang pasar.

2009

Pelepasan

Datang ya angin. Leburkan segala ingin. Datang ya bulan. Balur sekujurku dengan kelembutan. Datang ya matahari. Ajari aku memberi dan membagi. Datang ya air. Mahirkan Aku mengalir dan mendesir. Datang ya kembang. Ajak Kumbang. Kupu juga. Juga ulat dan telurnya. Biar pada Mekar kekuncup habbah. Datang ya buah. Bawa bijimu. Biar Tumbuh di perutku. Hingga tak sendiri daun hatiku. Datang Ya burung. Tetaskan jantung. Setelah itu kita terbang. Tinggalkan usus yang tak kunjung lurus. Menyusul sepasang Mata yang telah jadi kupu kurus. Menyusul telinga yang Menjelma lelawa halus. Menyusul nafasku ungu ke daur Debu. Menempel di pucuk-pucuk wuku, di pohon-pohon Waktu.

2009
A Muttaqin lahir di Gresik, tinggal Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan ke 23

Suatu hari, dimana kami, mempertimbangkan kembali akar. Suatu hari – kondisi telah menentukan takdir kami secara alami; law of nature. Suatu hari sastra, yang dipertimbangkan secara estetispun. Sesungguhnya landasan “pengetahuan”. Kita bergerak “mengetahui”. Sastra adalah upaya membicarakan law of nature. Jangan terjebak dengan pemahaman ini!


17 Juni 2010


Laman