Sastra Lampung Post

Sabtu, 08 Mei 2010

Eko Putra

lampungpost, Minggu, 9 Mei 2010
SENI BUDAYA
SAJAK-SAJAK

Eko Putra

Getaran Hujan
: kepada Orin

bagai getaran hujan

yang melenyapkan

sebuah janjiku kepadamu

rasa dingin begitu sulit

kuterjemahkan. walau kau beri

aku selusin selimut menutupi

sekujur tubuhku yang gigil.

rindu ini telah merobek

kamar dan jendela

dan tetesan hujan di luar

mengantarkan aku pada sepi

yang dipenuhi hawa gaib.

bila, sebuah sajak mampu menjaga

lelapmu malam ini. akan kupotong

seluruh jemariku. dan hujan

akan membawanya kepadamu.

sembari dituliskannya

doaku paling biru.

menuju amin ibu-bapakmu.

21 Maret 2010

Melankoli

keluasan, bukan milik siapa pun

di antara segala tatapan

yang telah dijatuhkan ke rongga dadaku.

serupa getaran mantera

yang melambatkan malam

aku hanya ingin keluar

dan membuat sebuah perhitungan

yang menjadikan aku terusir

dan tak tahu jalan pulang

yang entah di mana engkau

menyembunyikan sebuah alamat

yang kau curi dari ibuku

ketika aku diselimuti

hawa dingin yang gaib

yang menjadikan tarikan napasku

mengeraskan malam-malam jauh

kau menyelamatkan aku dengan satu kata saja. cinta.

di antara yang demikian

sesungguhnya siapa di antara kita

yang berhasil mengalahkan kekeliruan

sebab udara di seluruh kampung

telah menumbuhkan sebatang pohon di kepalaku

yang memaksa aku untuk bunuh diri

dan menuliskan huruf-huruf

yang memantulkan namamu.

saat ini, aku ingin mengunci pintu

dan mengurung diri

dengan sebuah mantel pemberian ibuku. tangisan.

(15 Maret 2010)

Hening

selembar daun kamboja

jatuh di halaman rumahmu.

angin betina membawa wangi dupa

menuju perkampungan.

alam lengang, langit rendah.

hanya tanda tanya

yang menguasai gelap malam.

mengantarkan hawa semedi yang terurai

di telapaktanganmu yang dingin.

bulan hanya bayang-bayang

tergantung di pohon bacang

dan tetaplah di sini

meski selalu asing

dan kosong

(16 Maret 2010)

Kabut Ungu

sesal. di sini, ketika embun menerka isi pagi. ada yang mendesah di penghujungnya. yang membuat matari tak tinggi, dan langkah terhenti.

engkau mungkin. Gadis manis yang membiarkan aku tak mampu menuju hari. karena fajar tampaknya melelapkan mimpi tak kembali. menemukan isyarat yang lewat dalam luka dan pedih.

jalan setapak yang dulu kubangun sebelum lelap. kini terbongkar oleh kabut, entah bagaimana aku dapat menjangkau matahari lain, selain menundukkan keangkuhan pada langit yang mengaramkan bulan-bulan

2010

------------

Eko Putra, lahir di Kertajaya, Musi Banyuasin, Sumsel, 19 Juni 1990. Sekarang menetap di Keramat Jaya, sebuah desa definitif dari desa kelahirannya dan mengabdi sebagai sekretaris desa di desa tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan ke 23

Suatu hari, dimana kami, mempertimbangkan kembali akar. Suatu hari – kondisi telah menentukan takdir kami secara alami; law of nature. Suatu hari sastra, yang dipertimbangkan secara estetispun. Sesungguhnya landasan “pengetahuan”. Kita bergerak “mengetahui”. Sastra adalah upaya membicarakan law of nature. Jangan terjebak dengan pemahaman ini!


17 Juni 2010


Laman