Sastra Lampung Post

Sabtu, 16 Januari 2010

Esha Tegar Putra

Lampungpost, Minggu, 17 Januari 2010

SENI BUDAYA

Barangkali

barangkali seperti urat leher

terikat pada dua suku kata yang teramat lama

barangkali seperti lendir di punggung siput

terpaut dari air yang bermain jadi getah

barangkali seperti lempengan gerabah pecah

terserak di tanah yang tak mau menyimpan sakit

barangkali seperti sedaun sirih dan setampuk pinang

terkebat di talam dan di jantungmulah merahnya bermalam

2009

Perapian Kecil

di padang, aku menunggumu sepenuh hari sepenuh hati

mirip pawang gunung yang tepekur di tiap waktu

aku memburumu dalam rahasia diam dan pendaman doa

berkali-kali: “barangkali ini berarti, bila hujan turun segera

jenguk ke balik bukit, barangkali ada perapian kecil

yang tak sempurna ditutupi dengan rimbun daun

maka jagalah supaya tak padam”

2009

Tempat Bersua

di sarang tempua mungkin kita akan bersua

oalah... mungkin di rimbun padi basah kita akan saling medesah

dan kini kita seumpama membaca jejak kaki para pemburu babi

di buncah kubangan ladang, jejak yang raib

sepicingan mata, jejak yang gaib sekesiur angin

di sarang tempua mungkin kita akan bersua, di rumitnya rajutan paruh unggas

selebihnya akan kita akan berpadu dalam permainan kecebong di air keruh

tak lagi ada jejak yang dirapal, tak perlu ada jarak yang dihapal

Jalantunggang, 2009

Mata Kelimpanan

antara matamu dan mataku terikat seutas benang panjang

benang yang kita pandang, terus teregang dan memanjang

barangkali di sebuah jarak yang tak kita hafal ada yang menatap

dengan mata yang tertanam sembilu tajam; mata liar si pemutus

atau barangkali di sebuah jarak yang tak bisa kita rapal ada lagi

yang menatap dengan mata yang tertancap ranting kayu; mata gaduh

si pengusut. mataku mengigau, suatu kali seketika pandangan pada

matamu menjadi gairah debu di badan angin, gairah pengembara gila

gairah dimana jika mata kita beradu seuatas benang panjang

akan longgar, kusut menyangkut diranting kayu, terputus-putus

disayat tajam sebilu

matamu dan mataku tak lagi berbenang dan kita berkedip-kedip

seperti saling berbalas pantun, ah, mata kita jadi kelimpanan

Jalantunggang, 2009

Suatukali

suatu kali ketika aku tak lagi menuliskan sajak

aku harap kau memaklumi dengan sangat

sebagaimana aku menganggap sajak

adalah bagian dari diri

sebagaimana kau menganggap sajak

berupa kalimat konyol yang diberi maksud

Kadaiuniang, 2009

--------

Esha Tegar Putra, berasal dari Nagari Saniangbaka, Sumatera Barat. Sedang studi di jurusan Sastra Indonesia Universitas Andalas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan ke 23

Suatu hari, dimana kami, mempertimbangkan kembali akar. Suatu hari – kondisi telah menentukan takdir kami secara alami; law of nature. Suatu hari sastra, yang dipertimbangkan secara estetispun. Sesungguhnya landasan “pengetahuan”. Kita bergerak “mengetahui”. Sastra adalah upaya membicarakan law of nature. Jangan terjebak dengan pemahaman ini!


17 Juni 2010


Laman