Sastra Lampung Post

Minggu, 06 September 2009

Sajak-sajak Agit Yogi Subandi

Koran Kompas, 6 September 2009

Menunggu

menunggumu, kudengar keluh bangku taman

di dekat kembang pagar perdu;

suaranya, retak daun musim gugur

dan angin yang menumbur daun retak itu.



menunggumu, dinda,

mawar menggugurkan kelopaknya.

kumbang-kumbang menghisap duri-duri;

madu, merah kirmizi.



menunggumu, aku paham percakapan serangga

yang sembunyi di balik semak malam hari.

sepanjang malam, kudengar kisah gadisnya

yang tersesat di belantara pepohonan setiap hari.



menunggumu, adinda,

aku dibenci arloji

sebab ruangnya kujarah

dan tubuhnya padat caci maki.



menunggumu, seperti menghadapi malam

meruang dengan sebatang lilin putih mengelam.

dan masjid hanya takbir, suaranya adalah suaraku;

yang direkam angin dari kamarku.



dan dalam penantianku, adinda, aku telah berbicara

kepada ratusan wali-wali pilihanmu.

langit menyempit di mataku,

kau melebar di dadaku.



(2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan ke 23

Suatu hari, dimana kami, mempertimbangkan kembali akar. Suatu hari – kondisi telah menentukan takdir kami secara alami; law of nature. Suatu hari sastra, yang dipertimbangkan secara estetispun. Sesungguhnya landasan “pengetahuan”. Kita bergerak “mengetahui”. Sastra adalah upaya membicarakan law of nature. Jangan terjebak dengan pemahaman ini!


17 Juni 2010


Laman