Sastra Lampung Post

Minggu, 29 November 2009

Sajak Heru Joni Putra

KATAK DI ATAS TEMPURUNG


Katak itu kubiarkan di atas tempurung, mungkin

ada yang ingin didengarnya, tak hanya tentang cuaca,

juga tentang pepatah yang telah lama menyebut dirinya.

Katak itu kubiarkan di atas tempurung, mungkin

ingin dilihatnya hujan telah reda sehingga ia tak perlu lagi

berteduh dalam tempurung: di dalam pepatah tua itu.

2009

UDANG DI DEPAN BATU

Entah batu apa yang disembunyikan udang

di balik tubuhnya. Aku kira batu yang biasa

diperbincangkan orang, batu yang cuma ada dalam laut:

pepatah yang sempit ini. Tapi kalau cuma batu biasa, tak

mungkin udang itu mau berlama-lama di depan batu itu.

Aku kira pasti ada sesuatu dengan batu itu. Mungkin itu

cuma batu prasangka yang tersusun seperti batu biasa.

2009

ADA GARAM ADA SEMUT

Di mana ada gula di situ ada semut, begitu katamu.

Dan kausebut habis manis sepah dibuang.

Gula telah habis, sayang, dan semut dibuang--

ke laut: pepatah yang sempit ini.

2009

DURI DALAM DAGING

untuk gus tf

Kutanam biji dalam dagingku berharap tumbuh jadi nadi,

biar bisa bunuh diri berkali-kali. Tapi biji malah sembunyi:

seperti kata dalam puisi. Serumpun akar dalam diriku

menjalar-jalar, mencari duri dalam daging:

biji yang ingin tumbuh meruncing.

2009

SAJAK TERJEMAHAN

Di hutan-hutan aku belajar bahasa pohon. Kuhafal setiap kosakata

dan pengucapannya: aku tiru suara pohon tumbang, bunyi akar

menembus tanah dan sejumlah kalimat untuk menggugurkan dedaunan.

Aku buat sebuah puisi dengan bahasa pohon dan tentu, kubaca

dengan logat pepohonan. Tapi, sungguh, tak mampu aku terjemahkan

kata tumbuh ke bahasa mereka.

2009

Heru Joni Putra lahir 13 Oktober 1990 di Payakumbuh, Sumatera Barat. Belajar di Jurusan Sastra Inggris Universitas Andalas, Padang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan ke 23

Suatu hari, dimana kami, mempertimbangkan kembali akar. Suatu hari – kondisi telah menentukan takdir kami secara alami; law of nature. Suatu hari sastra, yang dipertimbangkan secara estetispun. Sesungguhnya landasan “pengetahuan”. Kita bergerak “mengetahui”. Sastra adalah upaya membicarakan law of nature. Jangan terjebak dengan pemahaman ini!


17 Juni 2010


Laman