Lampungpost, Minggu, 17 Januari 2010
SENI BUDAYA
Barangkali
barangkali seperti urat leher
terikat pada dua suku kata yang teramat lama
barangkali seperti lendir di punggung siput
terpaut dari air yang bermain jadi getah
barangkali seperti lempengan gerabah pecah
terserak di tanah yang tak mau menyimpan sakit
barangkali seperti sedaun sirih dan setampuk pinang
terkebat di talam dan di jantungmulah merahnya bermalam
2009
Perapian Kecil
di padang, aku menunggumu sepenuh hari sepenuh hati
mirip pawang gunung yang tepekur di tiap waktu
aku memburumu dalam rahasia diam dan pendaman doa
berkali-kali: “barangkali ini berarti, bila hujan turun segera
jenguk ke balik bukit, barangkali ada perapian kecil
yang tak sempurna ditutupi dengan rimbun daun
maka jagalah supaya tak padam”
2009
Tempat Bersua
di sarang tempua mungkin kita akan bersua
oalah... mungkin di rimbun padi basah kita akan saling medesah
dan kini kita seumpama membaca jejak kaki para pemburu babi
di buncah kubangan ladang, jejak yang raib
sepicingan mata, jejak yang gaib sekesiur angin
di sarang tempua mungkin kita akan bersua, di rumitnya rajutan paruh unggas
selebihnya akan kita akan berpadu dalam permainan kecebong di air keruh
tak lagi ada jejak yang dirapal, tak perlu ada jarak yang dihapal
Jalantunggang, 2009
Mata Kelimpanan
antara matamu dan mataku terikat seutas benang panjang
benang yang kita pandang, terus teregang dan memanjang
barangkali di sebuah jarak yang tak kita hafal ada yang menatap
dengan mata yang tertanam sembilu tajam; mata liar si pemutus
atau barangkali di sebuah jarak yang tak bisa kita rapal ada lagi
yang menatap dengan mata yang tertancap ranting kayu; mata gaduh
si pengusut. mataku mengigau, suatu kali seketika pandangan pada
matamu menjadi gairah debu di badan angin, gairah pengembara gila
gairah dimana jika mata kita beradu seuatas benang panjang
akan longgar, kusut menyangkut diranting kayu, terputus-putus
disayat tajam sebilu
matamu dan mataku tak lagi berbenang dan kita berkedip-kedip
seperti saling berbalas pantun, ah, mata kita jadi kelimpanan
Jalantunggang, 2009
Suatukali
suatu kali ketika aku tak lagi menuliskan sajak
aku harap kau memaklumi dengan sangat
sebagaimana aku menganggap sajak
adalah bagian dari diri
sebagaimana kau menganggap sajak
berupa kalimat konyol yang diberi maksud
Kadaiuniang, 2009
--------
Esha Tegar Putra, berasal dari Nagari Saniangbaka, Sumatera Barat. Sedang studi di jurusan Sastra Indonesia Universitas Andalas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar