SEPERTI, UNTUK, KARENA
Seperti riang daun mempertemukan hara
yang diserap akar itu dan cahaya yang
dikirim matahari nun jauh di sana.
Seperti tulus tanah menerima guguran
daun-daun tanpa mengusut mana yang dulu
berasal darinya mana yang dari langit sana.
*
Untuk parah luka yang tekun mencari tubuh
Dia tulis larik yang menyembunyikan aduh.
Untuk deras darah yang cermat melacak letak luka
Dia tulis larik yang melirihkan rintih.
*
Karena matahari yang santun ikhlas melupakan cahaya
Aku menghendakimu tanpa bertanya sefana apa hidup kita
Karena bumi yang sederhana sabar memberi dan menerima
Aku menginginkanmu tanpa bertanya semustahil apa cinta kita
PELAKON KEHABISAN PERAN
Panggung ini: dunia sandiwara
Aku: pelakon kehabisan peran
Berpura-pura menjadi penonton
Kau: penonton enggan pulang,
menari pada ulur serangkai rantai
berpegang pada cahaya telanjang
*
Panggung ini: punggung bimbang
Sepi: bertepuk di bangku kosong
Langit-langit membikin semacam hujan
menaburkan warna rawan, kelam kalam
Remang: ragu mengatur bayang-bayang
*
Panggung ini: bangku tak panjang,
bimbang, ikut menahan hati gemetar
Seperti dalam makam, liang longgar,
tapi aku tak bisa beranjak keluar.
Ada yang berziarah menaburkan mawar:
harum itu, satu-satunya kabar.
PENYEMBAH MALAM
Ia meliuk agar malam tak jadi malam
ia rayu senja agar menangkap matahari,
lalu menyekap di lanskap, kemurungan
yang nyaris lengkap: kepingan awan,
langit yang ragu pada warna, camar
yang rabun, dan membisu dari pekikan.
Ia sudah sangat malam. Ia telah lama
jadi penyembah malam. Ia berambut
malam. Ia bergaun malam. Ia bersepatu
malam. Ia memasang lampu di tubuhnya
yang malam. Ia sudah terlalu malam.
Ia letih, ia ingin tak lagi ada malam menginap
di matanya yang ingin sekali memejam.
"Engkaukah yang datang menjemputku
di balon udara itu?" ia bertanya, dan
mengacungkan cahaya, seperti mercu
menyuar pelayar yang ragu pada tuju.
Hasan Aspahani bermukim di Batam, Kepulauan Riau. Buku puisinya adalah Orgasmaya (2007) dan Telimpuh (2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar